SBY dituding gagal sejahterakan petani
Reporter :
Putri Artika R | Selasa, 15 Oktober 2013 01:37
Merdeka.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Mei 2013
terdapat penyusutan 5,04 juta keluarga tani. Yakni dari total 31,27 juta
keluarga, berkurang menjadi 26,13 juta keluarga. Artinya jumlah
keluarga tani susut rata-rata 500.000 rumah tangga per tahun.
Kemudian,
juga tercatat, jumlah rumah tangga usaha pertanian mengalami penurunan
per tahun sebesar 1,75 persen, dengan total penurunan 5,04 juta rumah
tangga dari 2003-2013. Pada tahun 2003 terdapat 31,17 juta rumah tangga
(Sensus Pertanian 2003) dan menyusut menjadi 26,13 juta rumah tangga di
tahun 2013.
Namun sebaliknya, di periode yang sama, perusahaan
pertanian justru bertambah yakni sebanyak 1.475 perusahaan. Dari 4.011
perusahaan per tahun 2003 menjadi 5.486 perusahaan per tahun 2013.
Data
tersebut menunjukkan, jumlah petani di Indonesia semakin berkurang,
petani gurem bertambah banyak dan sebaliknya jumlah perusahaan pertanian
justru meningkat.
"Hal ini menegaskan bahwa pemerintahan SBY
gagal mensejahterakan rakyatnya (petani) dan malah berpihak kepada
korporasi-korporasi pangan," ujar Ketua Bidang Kebijakan Publik PP KAMMI
Arif Susanto, seperti tertulis dalam rilis, Minggu (15/10).
Sementara
itu, dalam ruang lingkup kebijakan anggaran, berdasarkan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2013, alokasi anggaran
program sektor pangan sebesar Rp 83 triliun. Yakni mencakup Rp 64,3
triliun untuk stabilisasi harga pangan bagi pemenuhan kebutuhan rakyat
dan Rp 18,7 triliun untuk pembangunan infrastruktur irigasi.
"Hal
ini masih jauh dari memadai, 3 kali lebih rendah dibandingkan belanja
pegawai yang mencapai Rp 241 triliun. Jika mengacu pada ukuran
Organisasi Pangan Dunia (FAO), yang mengharuskan dana bagi sektor
pertanian suatu negara diharuskan sebesar 20% dari total anggaran untuk
membiayai anggaran pembangunannya, maka anggaran sektor pangan kita
terhitung hanya 7% dari total anggaran di APBN 2013 (Rp. 1.657
triliun)," ujar Arif.
Data ini juga membuktikan adanya
keberpihakan pemerintah terhadap petani dan kedaulatan rakyat atas
pangan menjadi pertanyaan besar yang tidak terjawab. Diketahui dalam
anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga terjadi hal yang
sama, yakni hanya 0,003% dari total Rp 1.657 triliun. Ironisnya lagi,
tidak ada perlindungan negara kepada nelayan tradisional, misalnya
melalui mekanisme asuransi, permodalan yang mudah dan aman, serta
penyediaan infrastruktur pengolahan ikan yang terhubung dari hulu ke
hilir dan antarpulau.
"Kondisi ini menjadikan bebas
masuk-keluarnya kapal pelaku pencurian ikan (ilegal, unreported and
unregulated fishing) di perairan Indonesia. Sejak tahun 2001 Agustus
2012 sebanyak 2.469 kapal tertangkap. Tak mengherankan, saat sumber daya
ikan semakin menipis dan diperburuk dengan meningkatnya praktek
pencurian ikan, pemerintah mengambil jalan pintas melalui impor sebanyak
450.000 ton ikan," ujarnya.
Belum lagi masalah alih fungsi lahan
pertanian, baik dalam skala lokal maupun nasional yang secara langsung
berdampak pada berkurangnya jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor
pertanian. Alih fungsi lahan pertanian pada gilirannya menyebabkan
melemahnya posisi pertanian untuk menopang kebutuhan pangan nasional.
Selain
itu, kita juga menghadapi tingginya harga pangan, lemahnya ketahanan
pangan nasional dan ketergantungan kebutuhan pangan nasional pada impor
pangan. Meningkatnya harga pangan antara lain disebabkan karena
kebijakan kenaikan harga BBM pada tengah tahun 2013 ini. Kenaikan harga
terjadi pada bahan-bahan kebutuhan pokok, seperti beras, bawang merah,
cabe, beras dan daging. Hal ini tak pelak semakin mencekik kehidupan
rakyat miskin yang tak mampu dalam mengakses kebutuhan pangan tersebut.
"Pemerintah
juga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, sehingga
terpaksa untuk melakukan impor bahan pangan seperti kedelai dan daging
sapi, kebijakan ini lagi-lagi dapat menghambat pertumbuhan perekonomian
rakyat kecil dan semakin memperjelas wajah pemerintah sekarang yang pro
pada ekonomi pasar bebas dan sistem kapitalis," pungkasnya.
Sumber : http://www.merdeka.com/peristiwa/sby-dituding-gagal-sejahterakan-petani.html
Ulsan :
Petani di negara kita memang semakin berkurang dari tahun ke tahun dan itu sangat memperihatinkan ,
cuaca yang tak pasti, harga pupuk yang semakin naik belom lagi karna lahan pertanian yang digusur
membuat para petani harus gulung tikar. Selain
itu, kita juga menghadapi tingginya harga pangan, lemahnya ketahanan
pangan nasional dan ketergantungan kebutuhan pangan nasional pada impor
pangan
Untuk itu pemerintah harus lebih giat dalam mensejahtrakan para petani, agar petani di negara kita tida berkurang dan kebutuhan pangan di negara ini terpenuhi sehingga kita tida perlu lagi inpor dari negara lain.
Nama : Rawi
NPM : 17113332
Kelas : 1KA02